Senin, 30 Juni 2008

KISAH TERBUNUHNYA UMAR IBN KHATAB

3700. Dari ‘Amr bin Maimun: Aku melihat Umar bin Khattab r.a. beberapa hari sebelum ia ditikam di Madinah. Ia sedang berdiri bersama Hudzaifah bin Al Yaman dan Utsman bin Hunaif dan ia berkata pada mereka, “Apa yang telah kau lakukan? Apakah kamu berpikir bahwa kamu bisa menarik pajak tanah (Irak) lebih besar dari yang seharusnya.” Mereka menjawab, “Kami menetapkannya lebih besar dari yang seharusnya karena tanah tersebut bernilai tinggi.” Kemudian Umar kembali berkata, “Sudahkah kamu memeriksa apakah ada tanah yang telah ditetapkan melebihi kualitasnya.” Mereka berkata, “Belum.” Umar menambahkan, “Jika Allah membiarkanku hidup, aku akan menjadikan para janda di Irak tidak membutuhkan laki-laki untuk membantu mereka sesudahku.” Tetapi hanya empat hari berlalu setelahnya ia (Umar) ditikam (sampai wafat). Di hari saat ia ditikam, aku sedang berdiri dan tidak ada seorang pun di antara aku dan ia (Umar) kecuali Abdullah bin Abbas. Sewaktu Umar berjalan melewati dua barisan, ia berkata, “Luruskan barisan.” Ketika ia mendapati barisan telah lurus, ia pun maju ke depan dan memulai shalat dengan takbir. Ia hendak membacakan surat Yusuf atau An-Nahl atau yang ia sukai pada rakaat pertama sehingga semua orang sempat mengikuti sholat berjamaah. Sesaat setelah ia mengucapkan takbir, aku mendengarnya berkata, “Seekor anjing telah membunuh atau menggigitku,” sesaat setelah ia (si pembunuh) menikamnya yaitu seorang kafir non-Arab muncul, sambil membawa sebilah pisau dua-mata dan menikam semua orang yang ia lewati di sebelah kiri dan kanan (sampai) ia menikam tiga belas orang di luar dari tujuh orang yang meninggal karenanya. Ketika ada salah seorang muslim melihatnya, ia melemparkan sebuah jubah padanya. Menyadari bahwa ia telah tertangkap basah, laki-laki kafir itu pun membunuh dirinya sendiri. Umar memegang tangan Abdurrahman bin Auf dan membiarkannya memimpin Shalat. Mereka yang berdiri di samping Umar dapat melihat apa yang kulihat, tetapi mereka yang berada di bagian lain dari masjid tersebut tidak dapat melihat apapun, namun mereka tidak lagi mendengar suara Umar dan mereka berkata, “Subhanallah! Subhanallah!” Abdurrahman bin Auf pun memimpin shalat itu dengan singkat. Ketika mereka telah selesai shalat, Umar berkata, “Ya Ibnu Abbas! Temukan orang yang telah menyerangku!” Ibnu Abbas terus mencari di sini dan di sana dalam waktu yang singkat dan kemudian datang dan berkata, “(Ia adalah) Budak Al Mughira.” Untuk itu Umar berkata, “Si pengrajin.” Ibnu Abbas berkata, “Benar.” Umar berkata, “Semoga Allah mengutuknya. Aku tidak pernah berbuat tidak adil padanya. Segala puji dan syukur kepada Allah yang tidak membiarkanku mati ditangan seseorang yang telah menyatakan dirinya sebagai seorang muslim. Tidak ada keraguan, engkau dan ayahmu (Abbas) pernah menyukai untuk memiliki lebih dari orang-orang kafir non-Arab di Madinah.” Al Abbas memiliki jumlah budak yang paling banyak. Ibnu Abbas berkata pada Umar, “Jika engkau menginginkan, kami akan melakukannya.” Maksudnya, “Jika engkau menginginkan, kami akan membunuhnya.” Umar berkata, “Kamu telah keliru (kamu tidak bisa membunuh mereka) setelah mereka berbicara dengan bahasamu, melakukan sholat menghadap kiblatmu, dan melakukan haji sepertimu. Kemudian Umar dibawa ke rumahnya, dan kami pergi bersamanya, dan semua orang seolah tak pernah merasakan malapetaka seperti hari itu. Beberapa orang mengatakan, “Jangan khawatir (ia akan cepat pulih).” Beberapa orang berkata, “Kami takut (bahwa ia akan wafat).” Kemudian diberikan kepadanya minuman air lalu ia meminumnya tetapi kemudian keluar lagi (dari balutan luka) dari perutnya. Kemudian segelas susu dibawakan padanya dan ia pun meminumnya, dan susu itu pun keluar dari perutnya. Semua orang menyadari bahwa ia akan meninggal. Kami mendatanginya, dan orang-orang pun berdatangan, mendoakannya. Seorang pemuda datang dan berkata, “Ya pemimpin orang-orang beriman! Terimalah kabar gembira dari Allah untukmu sebab kesetiaanmu menyertai Rasulullah dan keunggulanmu dalam Islam yang telah kau ketahui. Lalu engkau menjadi seorang khalifah dan memerintah dengan adil dan akhirnya kau pun syahid.” Umar berkata, “Semoga semua kehormatan ini menyeimbangkan (semua kekuranganku) maka aku tidak akan kehilangan atau mendapat keuntungan apapun.” Ketika pemuda itu berbalik untuk pergi, pakaiannya terlihat menyentuh tanah. Umar berkata, “Panggil pemuda itu kembali padaku.” (Ketika ia kembali) Umar berkata, “Wahai anak saudaraku! Angkatlah bajumu, supaya pakaianmu tetap bersih dan akan menyelamatkanmu dari hukuman Tuhanmu.” Umar lebih lanjut berkata, “Ya Abdullah bin Umar! Periksalah berapa banyak hutangku pada kalian.” Ketika hutang itu telah dihitung, jumlahnya mendekati delapan puluh enam ribu (dinar). Umar berkata, “Bila harta keluarga Umar dapat menutupinya, maka bayarkanlah hutang-hutang itu; bila tidak maka mintalah pada Bani ‘Adi bin Ka’b, dan bila tidak mencukupi juga, maka mintalah pada kaum Quraisy, dan jangan memintanya dari yang lain, dan bayarkanlah hutang ini atas namaku.” [3]
Umar kemudian berkata (pada Abdullah), “Pergilah ke Aisyah (Ummul Mukminin) dan katakan: Umar menyampaikan salam padamu. Namun jangan katakan: pemimpin orang-orang beriman, sebab hari ini aku bukanlah pemimpin orang-orang beriman. Dan katakan: Umar bin Khattab meminta ijin untuk dimakamkan bersama dengan dua sahabatnya (Rasulullah dan Abu Bakar).’” Abdullah pun datang dan memberi salam pada Aisyah dan meminta ijin untuk masuk, dan kemudian ia pun masuk dan menemukannya sedang duduk dan menangis. Ia (Abdullah) berkata padanya, “Umar bin Khattab menyampaikan salam padamu, dan meminta ijin untuk dapat dimakamkan bersama dengan dua sahabatnya.” Aisyah berkata, “Tadinya aku ingin memilikinya untukku, tetapi hari ini aku memilih Umar daripada diriku.” Ketika Abdullah kembali, disampaikanlah pada Umar, “Abdullah bin Umar telah datang.” Umar berkata, “Bantu aku duduk.” Seseorang membantu mengangkat tubuhnya dan Umar bertanya (pada Abdullah), “Berita apa yang kau bawa” Ia berkata, “Wahai pemimpin orang-orang beriman! Seperti yang engkau inginkan. Ia (Aisyah) telah memberikan ijin.” Umar berkata, “Segala puji bagi Allah, tidak ada yang lebih penting bagiku selain hal ini. Maka jika aku mati, bawa aku, dan datanglah pada Aisyah dengan salam dan katakan: “Umar bin Khattab meminta ijin (untuk dapat dimakamkan bersama dengan Rasulullah),” dan bila ia memberikan ijin, makamkan aku di sana, dan bila ia menolak, maka bawalah aku ke pemakaman kaum muslimin.” Kemudian Hafsah (Ummul Mukminin) datang dengan para wanita lainnya yang berjalan bersamanya. Ketika kami melihatnya, kami pergi menjauh. Ia (Hafsah) mendatangi Umar dan menangis di sisinya selama beberapa saat. Ketika para laki-laki meminta ijin untuk masuk, ia pergi ke suatu tempat, dan kami mendengarnya menangis di sana.
Semua orang berkata (kepada Umar), “Wahai pemimpin orang-orang beriman! Tunjukkanlah seseorang yang pantas menggantikanmu.” Umar berkata, “Aku tidak menemukan seorang pun yang lebih pantas untuk tugas tersebut melainkan orang-orang yang mengikuti, atau kelompok yang disukai oleh Rasulullah semasa hidupnya.” Kemudian Umar menyebutkan Ali, Utsman, Az-Zubair, Talha, Sa’ad, dan Abdurrahman (bin Auf) dan berkata, “Abdullah bin Umar akan menjadi saksi bagimu, namun ia tidak akan mendapat bagian kekuasaan. Keberadaannya menjadi saksi akan menjadi pengganti baginya untuk tidak mengambil bagian dalam kekuasaan. Apabila Sa’ad yang menjadi khalifah, hal itu baik; apabila tidak, siapapun yang menjadi khalifah harus meminta bantuan darinya, seperti halnya aku yang tidak pernah mengenalinya dari ketidakmampuan atau ketidakjujuran.” Umar menambahkan, “Aku menyarankan kepada penggantiku untuk memperhatikan kaum muhajirin; untuk memahami hak-hak mereka dan melindungi kehormatan serta hal-hal yang suci bagi mereka. Aku juga merekomendasikan supaya ia bersikap baik terhadap kaum Anshar yang telah tinggal di Madinah sebelum kaum Muhajirin dan hidayah telah masuk ke dalam hati mereka sebelumnya. Aku merekomendasikan supaya khalifah dapat menerima kebaikan dari Al Haq di antara mereka dan memaklumi kekhilafan mereka, dan aku merekomendasikan supaya ia dapat berbuat baik kepada semua penduduk (kaum Anshar), seperti (dan menganggap) mereka adalah para pelindung-pelindung Islam dan sumber kekayaan dan sumber gangguan bagi para musuh. Aku juga merekomendasikan bahwa tidak ada suatu pun yang diambil dari mereka kecuali dari keuntungan yang mereka peroleh seijin mereka. Aku juga merekomendasikan supaya ia berlaku baik terhadap bangsa Arab (Badui), seperti mereka adalah penduduk asli tanah Arab dan bagian dari Islam. Dan bila ia hendak mengeluarkan (zakat) harta mereka kepada orang-orang miskin di antara mereka, maka hendaklah ia mengeluarkan yang sesuai dengan apa yang mereka pergunakan untuk diri mereka sendiri. Dan aku juga merekomendasikan supaya ia memperhatikan kaum yang dilindungi Allah dan Rasul-Nya (kafir Zhimmi) dengan memenuhi perjanjian dengan mereka dan berperang untuk mereka dan tidak membebani mereka dengan apa yang tidak mereka sanggupi.” [5]

2 komentar:

Ghost News mengatakan...

Assamaualaikum, wr wb...
Salam Admin, Artikel yang bermanfaat...!!!
Subhanallah, Umar Bin Khattab adalah khalifah ke 2 setelah abu bakar as siddiq. Beliau terkenal dengan ketegasannya, adil, jujur dan selalu menyanyagi rakyatnya, baik yang islam maupun yang nonislam. bahkan beliau juga sangat di takuti setan, subhanallah... kangen dengan kepemimpinan sosok pemimpin seperti Umar Bin Khattab. saya sangat terharu saat menonton Film Umar Bin Khattab... .. Allahu Akbar

Unknown mengatakan...

Subhanallah... Dizaman ini masih adakah pemimpin yg seperti beliau?.. Umar bin khattab sahabat nabi yg dihormati kawan dan disegani lawan..rindu kehadiran pemimpin seperti beliau..